Home » , » Long March 50 mil Untuk Mendapatkan Hak Memilih

Long March 50 mil Untuk Mendapatkan Hak Memilih

Written By Maulana Robby on Sabtu, 20 Juni 2015 | 08.00.00



Setiap warga negara memiliki hak untuk terlibat dalam pemilihan umum,  tak terkecuali ras negro yang tinggal di selatan Amerika Serikat. Namun kenyataan berbanding terbalik. Pada tahun 1965, terjadi diskriminasi rasial terhadap warga keturunan Afrika-Amerika yang tinggal di kota Selma, Alabama. Ras negro dilarang untuk berpatisipasi dalam pemilihan umum.

Ketidakadilan tersebut menyentuh hati Martin Luther King, seorang aktivis hak asasi manusia keturunan negro. Sebagai penerima penghargaan nobel perdamaian, King mempunyai akses untuk meminta langsung kepada presiden Amerika Serikat pada saat itu, Lyndon B. Johnson guna menyelesaikan permasalahan rasisme tersebut. Namun, jawaban Presiden Johnson tidak memuaskan King, akhirnya ia memutuskan untuk datang langsung ke kota Selma.

King tiba di Selma bersama tim yang tergabung di Southern Christian Leadership Conference (SCLC) dan seorang propagandis bernama Diane Nash. Namun, sesampainya di hotel, King disambut dengan perlakuan tidak sopan seorang kulit putih yang melayangkan pukulan tepat ke wajahnya.

King dan SCLC berupaya menjadikan kekerasan ras di kota Selma sebagai headline di koran nasional agar diketahui masyarakat luas. Mereka memanfaatkan Jim Clark, Sheriff di kota tersebut agar memberikan kekerasan kepada para negro.

Setelah menjadi headline koran nasional, King dimasukan ke penjara oleh George Wallace, Gubernur Alabama dengan tuduhan membuat keributan negara. King dikeluarkan dari penjara dan kembali ke Washington untuk meminta bantuan Presiden Johnson untuk kedua kalinya.

Di Selma, 525 warga negro meninggalkan gereja Capel Brown dan berjalan enam blok menyebrangi Jembatan Edmund Pettus dan Sungai Alabama untuk melakukan unjuk rasa di Montgomery, Ibukota Alabama. Namun, aksi mereka gagal karena di pukul mundur oleh aparat keamanan di Jembatan Edmund Pettus.

Mereka mendapat kekerasan fisik , didorong hingga terjatuh, bahkan dipukuli menggunakan tongkat oleh aparat. Akibatnya, banyak dari mereka yang menderita patah tulang rusuk, kepala, lengan, dan kaki. Kerusuhan tersebut disiarkan langsung melalui televisi secara langsung.

King mengadakan jumpa pers dan disiarkan secara nasional. Ia mengajak semua orang baik yang percaya akan kesetaraan untuk bergabung dengannya melakukan unjuk rasa kembali. Ratusan orang kulit putih dan ulama memutuskan untuk datang ke Selma mendukung aksi King.

Pada unjuk rasa kedua, aparat keamanan di Jembatan Edmund Pettus memberi jalan kepada King dan pengunjuk rasa lainnya untuk lewat. Namun, King memilih mundur karena berpikir ini adalah jebakan yang berujung pertumpahan darah dan kematian.

Kemudian, Pengadilan Federal memenangkan gugatan banding SCLC kepada pemerintah Alabama terkait izin berdemonstrasi, King dan warga negro mendapatkan izin lima hari untuk melakukan long march sejauh 50 mil dari kota Selma menuju Ibu Kota Montgomery.

Akhirnya, King berpidato di depan gedung pemerintahan Alabama. Di hadapan ratusan negro, ia menyerukan kesetaraan hak tiap warga negara tanpa terkecuali. Berkat kegigihan King, lima bulan kemudian Presiden Johnson menandatangani Undang-Undang Hak Memilih.

Perjuangan Martin Luther King dikisahkan dalam film berjudul Selma. Ava DuVernay sebagai sutradara sukses mengemasnya dengan alur yang tidak membosankan. Film ini dapat mengingatkan kembali tentang sejarah kelam ras kulit hitam di Amerika Serikat.

David Oyelowo berhasil memerankan sosok Martin Luther King sebagai pribadi yang cerdas, pandai strategi, dan memiliki sisi humanis yang tinggi. Film berdurasi 128 menit ini juga masuk dalam nominasi Oscar 2015 kategori film terbaik dan soundtrack terbaik.

(Denny Aprianto)
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Catatan Jurnalistik - All Rights Reserved

Distributed By Free Blogger Templates | Tum hi ho lyrics | How to get rid of hiccups

Proudly powered by Blogger