Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kota Pekanbaru, Riau, menunjukan kualitas udara berada di level baik. Asap yang menyelimuti kota tersebut perlahan hilang. Gerakan massa yang turun ke jalan melawan asap pun ikut menghilang. Sosial media juga tak lagi ramai dengan kicauan soal asap. Meski demikian, empat warga Riau memastikan gerakan melawan asap tidak berhenti.
Keempat warga Riau tersebut adalah Woro Supartinah, Riko Kurniawan, Al Azhar, dan Heri Budiman. Mewakili kepentingan publik, empat orang ini mengajukan gugatan warga negara (citizen lawsuit) kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait peristiwa kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Melawan Asap Riau, Indra Jaya mengungkapkan, notifikasi (pemberitahuan terbuka) kepada tergugat merupakan langkah awal, sebelum gugatan citizen lawsuit resmi didaftarkan di Pengadilan Negeri Pekanbaru. “Kami minta kepada pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang menjadi dasar pembentukan tim peninjauan ulang. Kemudian pemerintah perlu merevisi izin usaha pengelolaan hutan, lahan, dan perkebunan yang telah terbakar,” kata Indra melaui siaran pers WALHI, Jumat (13/11/2015).
Merujuk pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 36/KMA/SK/II/2013, menentukan gugatan dengan mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit) dapat diajukan dengan tidak mengajukan pemulihan ganti rugi sebagai tuntutan. Akan tetapi, bisa menuntut adanya kebijakan atau tindakan negara untuk kepentingan warga negara dan lingkungan hidup.
“Oleh karena itu, penggunaan mekanisme gugatan ini merupakan wujud kepedulian para penggugat sebagai warga negara yang baik untuk mengingatkan negara agar memenuhi hak konstitusional yang dimiliki warga Riau. Pemerintah harus mengambil tindakan dan mengeluarkan kebijakan baru agar pencemaran udara akibat praktik buruk pembakaran hutan dan lahan tidak lagi terulang di tahun 2016, dan tahun-tahun berikutnya,” papar Indra.
Heri Budiman, sebagai salah satu penggagas Grup Facebook #Melawanasap, berharap dengan adanya pengajuan notifikasi bisa mengingatkan masyarakat Riau lainnya, agar aksi melawan asap tidak berhenti. “Apa yang kita sampaikan hari ini harus terus berlanjut guna memastikan asap tidak kembali hadir di Riau. Selain itu, notifikasi ini kiranya bisa melancarkan rencana penggunaan langkkah hukum lain yang sedang tersendat, seperti class action dan lainnya,” kata Heri yang juga menjadi penggugat.
Asap dan Investasi
Setiap tahun ada puluhan ribu masyarakat Provinsi Riau menderita ISPA. Pada 2015, Badan Nasional Penganggulangan Bencana merilis di Provinsi Riau ada 79.888 orang penderita ISPA. Selain ISPA, asap juga melumpuhkan berbagai aktvitas, sekolah diliburkan, bandara ditutup, bahkan tahun ini asap paling tidak sudah merenggut 5 jiwa di Kota Pekanbaru.
“Fakta di atas harus menjadi perhatian serius pemerintah dalam menerbitkan kebijakan guna mencegah laju kerusakan lingkungan, sehingga asap tidak lagi hadir,“ ujar Riko Kurniawan, Direktur WALHI Riau.
Riko menjelaskan, dari luas daratan Riau yakni 8 juta hektar, lebih dari setengahnya diperuntukkan guna kepentingan investasi. Dominasi investasi terhadap ruang di Riau, lanjut Riko, akibat tata kelola perizinan yang buruk dan abai terhadap kriteria perizinan, bahkan cenderung koruptif. “Dampak buruk dominasi ini adalah pembakaran maupun kebakaran areal konsesi yang dikuasai korporasi. Hal ini merupakan wujud nyata kejahatan bisnis yang dilakukan oleh korporasi,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Woro Supartinah mengatakan, praktik pembakaran hutan dan lahan telah mengakibatkan warga Riau kehilangan hak untuk mendapat lingkungan hidup yang sehat. “Selama 18 tahun lebih warga Riau kehilangan hak dasar dan hak konstitusional akibat pembakaran hutan dan lahan. Untuk itu, sebagai warga negara kami menggunakan hak untuk mengajukan gugatan guna memastikan agar kealpaan tersebut tidak terulang, dan tata kelola segera dibenahi,” ujar Woro.
Woro berpendapat, buruknya tata kelola perizinan hutan dan lahan Riau cenderung memihak kepentingan investasi. Akibatnya, monopoli penguasaan sumber-sumber kehidupan rakyat. “Hutan, lahan, dan kekayaan Riau terus dibebankan izin guna melegalkan praktik rakus korporasi. Sedang rakyat diabaikan dan dibiarkan terus menghisap asap kotor investasi kehutanan dan perkebunan skala besar,” tegasnya.
Posting Komentar